Ekspedisi 1 : Gunung Lawu



Salam Lestari Para Pendaki
Basecame Cemoro Kandang


Sebelumnya selamat datang di website pribadi saya, yang dulunya masih beralamat domain milik Blogspot ikhsan25adi@blogspot.com dan sudah saya ganti dengan domain baru ini www.adhit25.co.vu situs ( co.vu ) yang menyediakan alamat domain gratis. Kenapa saya milih domain yang gratis? Karena yang bayar harus keluarin duit. :D kan mending beliin EsTEH hahaha. Segerrr.. Tapi ke-dua alamat domain itu semua aktif. Silahkan berselancar...


Sebelumnya kenalin gue Ikhsan Adi Nugroho nama asli yang tidak pernah di pakai kecuali di Ijazah, KTP dan SIM. Bahkan orang tua sekalipun tidak pernah memanggil dengan salah satu nama di atas. Ada sebutan sendiri untukku. Aneh!
Pertama kalinya saya dan dua orang anak ini membuat niat yang di sebut nekat untuk melangkahkan dan mengibarkan bendera merah putih di atas ketinggian 3265 Mdpl. Sebuah tekat dan nekat yang menjadi satu.


Mendingan gue kenalin dulu teman-teman extrem ini :

1.      Irfan Nurdiansyah
Irfan Nurdiansyah (Kiri)















Nama aslinya juga dan hanya di gunakan dalam Ijazah saja, ada nama lain untuk memanggil namanya. Dia satu-satunya temen TK saya yang masih saya ingat, ketika ia masih TK yang saya ingat dia selalu di antar kakak nya ( Nanda ) , yang saya ingat wajahnya sudah ada di samping pintu masuk ketika baru aku mau masuk kelas, pernah adu gasing di lapangan tenis bareng. Cuma itu yang aku  ingat kala itu. Nostlagia!

2.      Ridwan 
Ridwan (Kanan)














Nama yang benar-benar asli masih hayati, pria yang saya kenal ketika masuk Sekolah Menengah Pertama. Pemikirannya selalu tidak sejalan dengan pikiranku. Namun itulah perbedaan dia selalu mempunyai pendapat lain. Aku hargai itu. 

Pendakian

Tanggal 15 Agustus 2015, pendakian pertama Gunung Lawu lewat jalur cemoro kandang letaknya perbatasan dengan Magetan Jawa Timur. Tidak banyak barang yang kami bawa, hanya ada satu tenda, beberapa liter air mineral dan makanan ringan.

Langkah pertam kami 3 pria yang pernah duduk satu kelas di bangku SMP...kami hanya bertiga melakukan pendakian ini, menuju Pos 1 pukul 10.30 siang, tidak terasa panas karena sudah masuk dalam kawasan hutan lawu ada sekitar 1.5 kilo kalau tidak salah saat menuju pos pertama, tidak ada kendala apapun keceriaan masih terasa di sana.

Kami tidak menemui satu orangpun di sana, Menuju Pos 2 baru kami menemui pendaki lain hal yang sangat saya suka ketika mendaki adalah Kita anggap diri kita sama yaitu satu tujuan, ketika saling berpapasan dengan pendaki lain ada senyum sapaan walaupun hanya satu atau dua patah kata, kita semua pendaki saling menghargai.

Tidak perlu di paksakan ketika kita merasa lelah, yang penting kita semua saling terbuka, jangan sampai gensi, memaksakan untuk cepat-cepat ke puncak. Jangan Sampai!
Saat itu bila ada salah satu di antara kita yang merasa lelah, kami melakukan istirahat antara 2-4 menit, lalu melanjutkan perjalanan lagi.




Pos 3, Jarak antara pos dua ke pos tiga sangatlah jauh namun jika kita lewat cemoro kandang kita banyak sekali di suguhkan pemandangan yang menajubkan dan eksotis.
Salah satu foto yang di ambil saat menuju Pos 3, tidak terlalu cerah saat di sana, kabut putih yang menutupi pemandangan hijaunya pepohonan yang tinggi, Itu teropong milik kopasus yang di bawa Irfan lumayang untuk melihat pemandangan yang berada di kejauhan.


Kisah menarik ketika di gunung lawu adalah adanya burung jalak yang di anggap sebagai penunjuk jalan. Sebelumnya aku tidak percaya soal itu, aku anggap hanya perasaan orang-orang tertentu saja. Tapi setelah melakukan pendakian di Lawu aku merubah semua pemikiran itu. 

Faktanya  ada banyak sekali burung jalak yang berada di gunung lawu, burung itu selalu mengikuti langkah kita, ketika kita di hadapkan dua jalan, saat itu kita tidak tau memutuskan memilih jalan mana agar tidak tersesat burung jalak itu menunjukan dengan cara seperti orang berjalan atau kadang kala terbang seolah-olah menunjukan untuk mengikutinya. Ketika saat menuju pos 3 aku sempat memberi makan roti biskuit pada jalak di sana. Dia menyukainya. Dan pantangan saat di sana jangan bicara kotor, jangan memetik tumbuhan kecuali untuk keperluan tertentu.


Aku selalu teringat kata Ayahku, Ayahku adalah seorang pendaki dan pecinta alam saat ia masih muda, bahkan ketika aku sudah berumur ia masih melakukan pendakian terutama saat malam Suro, tidak untuk bertapa atau lainya, Ayahku seorang yang mengerti soal agama, dia hanya seorang pendaki dan pecinta alam, katanya ketika saat malam suro banyak sekali yang melakukan pendakian di gunung lawu. Seperti pasar malam, itu semua benar sampai saat ini gunung lawu ketika malam suro banyak sekali para pendaki yang pergi kesana, Kabar terakhir setelah malam suro lalu Gunung lawu kembali mengalami kebakaran, dan memakan kurang lebih ada 7 pendaki yang terbakar di atas sana, aku memaklumi jika terjadi kebakaran di sana terakhir aku kesana banyak sekali pohon-pohon yang kering dan mudah terbakar, bahkan ada sebuah telaga yang dulunya banyak air sekarang tinggal bebatuan yang kering.

Tidak perlu menyalahkan siapa yang perlu di salahkan, tapi bagaimana langkah kita mencarikan solusi untuk lawu kembali hijau, agar menjadi surganya para pendaki lagi.
Dan pada saat HUT Kabupaten Karanganyar kemarin, karena lawu masuk dalam kabupaten tersebut, Bapak Bupati Juliatmono menghadirkan penanaman pohon bersam Iwan Fals, legenda musik Indonesia. Untuk lawu kembali Hijau.

Oh iya di lawu banyak sekali bunga keabadian yaitu bunga Edelwais, Jangan memetiknya jika kamu pecinta alam sejati, kecuali bunga itu telah jatuh dan kamu mengambilnya
Sebagai hadiah dari alam, Jangan mau di beri bunga Edelwais oleh sang pacar jika hasil petikan langsung, Bayangkan dia saja tidak sayang merawat bunga keabadian, bagaimana dengan keabadianmu jika tingal satua atap dengannya?


Sebelum kita sampai di Pos 3 ada satu pos lagi aku lupa namanya, pos itu di tujukan untuk beristirahat karena jarak antara pos 2 ke pos 3 sangatlah jauh. Disana kami bertemu dengan pendaki lain yang berasal dari Ngawi, Jawa Timur.

Di pos ini kita sudah di suguhkan oleh pemandangan samudra awan yang seperti ombak berkejar-kejaran, sangat indah. Sebelum sore tiba kita bertiga melanjutkan lagi menuju pos tiga dan sampai di sana kira-kira kita tiba pukul setengah empat sore. Ada warung makan di atas sana, dan penyesalan saya tidak beli karena sudah kenyang, efeknya aku mengalami kelaparan di pos selanjutnya dan tidak ada penjual. Tapi kita bertiga tidak lupa menjalankan sholat di atas rerumputan saat di pos 3. 

Menuju Pos 4 lebih jauh lagi..kami kesana bersama-sama dengan pendaki lain yang jumlahnya ada sekitar sepuluh pendaki. Menuju Pos 4 medannya lebih extrem lagi, tergelincir sedikit saja kita bisa terluka bahkan bisa saja kita tidak bisa pulang ke rumah.

Sunset telah tiba dan perjalanan menuju pos 4 masih sangatlah jauh, hari sudah sangat petang perlu membawa senter penerang karena jalan sudah semakin tidak terlihat dan kemudian tiba di pos 4 pada pukul setengah enam sore, kita terlambat. Angin sangat kencang, udara sangat dingin bahkan saya rasa dalam kondisi nol deraja,  kita belum mendirikan tenda mungkin saat kemarin itu tenda baru selesai dalam keadaan darurat pukul setengah tujuh. Sebenarnya Lawu medan yang kita lalui aman-aman saja, namun menurut banyak pendaki lain yang sudah malang melintang menginjakan kakinya di gunung-gunung tinggi, lawu adalah Gunung udaranya terdingin, dan extrem.


Kita tidak ada perapian karena angin sangat kencang, kita bertiga memilih berlindung di dalam tenda, kaki dan tangan kami sudah membeku benar-benar membeku keras, seandainya pisau di tusukkan ke tangan kami, kita sudah tidak merasakan sakit. Tangan kami terasa mati.
Semua ini karena minimnya perbekalan kami, karena kami bertiga bermodal air mineral dan biskuit sisanya hanya sebuah tekat dan nekat.

Menginjak waktu tidur, aku harap bisa terbangun dan melihat Sunrise di atas gunung bersama kedua sahabat saya, kisah sangat pahlawan pernah di alami mereka berdua ketika berada di Pos 4, yaitu ketika tenda kita rusak karena terkena kencangnya angin dan pada saat itu tengah malam menuju pagi, udara tentu sangat dingin, kita bertiga merasakan hal yang sama, tapi ke dua teman saya memilih keluar tenda dan memperbaiki tenda yang hampir terbang karena sebuah angin yang kencang. Aku menyaksikannya dalam tenda, karena untuk bergerak saja sudah sangat tidak mungkin, badan terlalu beku, saat itulah aku merasa menjadi pecundang, tapi perlu di ingat jangan memaksakan di luar kemampuan kita, jangan menjadi pahlawan di tengah malam. Karena aku bukan Batman. Haha. Tapi di sisi lain aku menaruh hormat kepada dua sahabat saya ini. Keren!

Pagi di atas Gunung Lawu 



Dan akhirnya pagi datang...tak begitu terlihat sinar matahari, dan kami melanjutkan menuju pos 5 sepanjang perjalanan aku selalu berharap muncul hangat nya matahari, di situlah aku mulai sadar, betapa pentingnya rasa bersyukur dalam hal kecil saja, mungkin saat itu aku tidak minta apapun kecuali sinar matahari yang hangat. 

Menuju pos lima sangatlah dekat dan paling dekat, di sana ada dua jalur yang satu menuju puncak Argo Dumilah yaitu di sana ada warung makan dengan menu apapun ada milik Mbok Yem, menjadi warung makan tertinggi di Indonesia mungkin bisa saja tertinggi Dunia, di situlah kemewahan puncak gunung lawu, karena berada di ketinggian 3265 mdpl. Tapi sayang saya memilih jalan yang satunya dan tidak mampir warung makan mbok yem, dan yang satu jalan menanjak menuju puncak Lawu.


Saat tiba di puncak lawu banyak sekali pendaki yang berada di sana, di sana kami bertiga mengibarkan bendera tepatnya pada tanggal 16 Agustus 2015 pukul 08.00 pagi, Kami memilih lebih awal karean untuk hari Peringatan Proklamasi kemerdekaan kita biasanya terlalu banyak pendaki yang ke sana, aku rasa jika terlalu banyak orang di atas sana kita tidak bisa menikmati alam yang sesungguhnya. So Kami bukan hanya pendaki, namun kita bertiga adalah pecinta alam.

Saat Menurun

Saat menurun dari puncak lawu, kami memilih rute yang berbeda yaitu memilih lewat Cemoro Sewu yaitu bagian dari Jawa barat dan Jawa Tengah, lewat jalur cemoro sewu di setiap pos-pos yang ada banyak sekali penjual berbagai macam makanan dan minuman disana, jalur cemoro sewu lebih dominan dengan bebatuan yang di tata rapi namun ke eksotisan lebih saya rasakan ketika lewat cemoro kandang. Tergantung mereka yang menilai. Karena penilain setiap orang berbeda-beda.
Kami tiba di pos cemoro sewu pukul 02.00 siang, lalu berjalan kaki lewat jalan raya menuju cemoro kandang untuk mengambil motor dan melanjutkan untuk pulang kerumah.


Mungkin kita bertiga minim sekali pada perbekalan dan seperti yang aku ceritakan di atas kami hanya berbekal tekat dan nekat, tapi setelah mengalami banyak hal di atas sana kita buka sekedar pria yang bermodal nekat setelah tekat dan nekat kami bertiga menjadi KUAT! Namun kita bertiga lebih jelasnya pria-pria berkelas dan berkualitas yang menyempatkan libur panjangnya untuk melangkahkan kakinya ke atas gunung, tetap menjalankan kewajiban dan melihat ciptaaan Tuhan Yang Maha Esa yang indah tidak hanya duduk-duduk di kedai ataupun cafe mewah, menghamburkan uang demi sebuah harga diri yang di perjuangkan. Aku lebih bahagia ketika berada di alam luas bersama teman-teman saya bercengkrama dengan binatang dan melihat tumbuh-tumbuhan yang hijau, mengalami banyak hal di atas sana.

Kita bertiga bagian dari alam yang “Tunduk saat naik, Tegak kala menurun” 

Salam Lestari untuk bumi kita pertiwi.

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Post a Comment